KPAI: Bully di Sekolah Terus Meningkat

Banyaknya laporan tentang kasus bully membuat KPAI mendorong agar Peraturan Menteri tentang bully dijadikan Peraturan Presiden.
Data yang dikumpulkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari berbagai sumber menunjukkan, sepanjang tahun 2016 sampai berita ini ditulis anak yang menjadi korban kekerasan (bullying) di sekolah 67 anak dan pelakunya 74 anak. Sedangkan data tahun lalu menunjukkan, korban bullying di sekolah 154 anak dan pelakunya 93 anak.
Kepala Divisi Sosial KPAI Erlinda menjelaskan, sebagai langkah konkret untuk memutus mata rantai bullying di sekolah, pemerintah telah melakukan beberapa hal. Dimulai dengan adanya Sekolah Ramah Anak dan membuat Peraturan Menteri tentang Anti Bullying di sekolah yang saat ini akan dijadikan Peraturan Presiden.
”Peraturan Menteri tentang anti bullying sudah ada sejak Menteri Anies Baswedan dulu. Pertengahan 2016 ini dalam rapat terbatas yang dihadiri KPAI, kami dorong untuk menjadi Peraturan Presiden karena kenyataannya bullying di sekolah terus meningkat,” jelas Erlinda.
Menurut Erlinda, penyebab terjadinya bullying karena faktor individu dan keluarga. Faktor individu atau diri sendiri yang memungkinkan siswa menjadi pelaku bullying bisa karena sebelumnya jadi korban bullying yang dilakukan kakak kelas mereka.
”Ini bentuk pembenaran dan dukungan terhadap tingkah laku agresif yang telah dilakukannya. Beberapa penelitian juga menunjukkan pelaku bullying mungkin berasal dari korban yang pernah mengalami perlakuan negatif atau kekerasan. Kebanyakan menjadi pelaku dengan latar belakang pernah menjadi korban bullying sebelumnya karena sebagai bentuk balas dendam,” urainya.
Untuk faktor keluarga, biasanya karena latar belakang keluarga yang kurang kasih sayang, didikan yang tidak sempurna seperti pola asuh yang otoriter atau permisif dan kurangnya pengawasan ketika di rumah.
”Secara umum, perilaku bullying ini berawal dari permasalahan yang dialami pelaku. Seperti ketidakmampuan memecahkan persolan atau mencari solusi yang pada akhirnya membuat anak mencari jalan keluar yang salah. Termasuk dalam bentuk bullying. Contohnya, anak yang sering ditindas kakaknya di rumah mencari pelampiasan dengan menindas anak lain di sekolahnya,” jelas Erlinda.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan guru bimbingan konseling dalam menangani perilaku bullying. Dimulai dengan tindakan preventif seperti memberikan layanan informasi baik kepada siswa maupun orang tua.
Sedangkan pada aspek kuratif dengan menyelesaikan perilaku bullying mulai dari pelaku hingga korban melalui layanan mediasi serta memberikannya sanksi sesuai tata tertib sekolah yang berlaku. Selanjutnya preservatif seperti layanan individu baik pada korban maupun pelaku.*
Teks: Arimbi Tyastuti I Foto: WI, pixabay
Fokus Berita Lainnya

Sosiolog: Anak-anak Lebih Mudah Menerima Hal Negatif
01 November 2016

Roslina Verauli M. Psi: Pelaku Bully Memiliki Empati Rendah
31 October 2016

Nisa Felicia Faridz, Ph.D: Guru Jangan Fokus Pada Pelajaran Saja
29 October 2016

Masuk ICU setelah ’Bercanda’ dengan Teman
28 October 2016
Artikel Terkait

Body Shaming Sering Terjadi Pada Perempuan?
23 April 2019

Konser Pertama John Mayer di Jakarta
10 January 2019

Persiapan Sonia Fergina Citra dalam Miss Universe 2018
18 December 2018

Dharma Raja Lian Sheng Pimpin Upacara Agung Homa Atisa di BSD
14 December 2018

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak Raih 10 Piala Citra 2018
11 December 2018

Bulan Madu Sambil Kulineran ala Baim Wong dan Paula Verhoeven
10 December 2018
Comments