Ada Korban Tewas yang Baru Berusia 14 Tahun

Meski usianya baru 17 tahun, Fitri diterima bekerja di pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses. Tak hanya dia seorang, ada beberapa orang pekerja yang usianya masih di bawah umur dan meninggal.
Melihat penghidupan keluarganya, Fitri seperti tidak punya pilihan lain selain harus bekerja. Dia tak mengerti ada aturan yang melarang pengusaha mempekerjakan anak di bawah umur. Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Dalam ketentuan undang-undang tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Berarti 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan bekerja.
Selain Fitri, banyak anak di bawah umur bekerja di pabrik kembang api yang terbakar itu, usia berkisar 14 sampai 17 tahun. Ada yang bekerja bersama bapak dan ibunya.
Surnah, 14 tahun, tewas terbakar di pabrik itu. Dia yatim, berhenti sekolah ketika kelas dua SMP. Tuti, ibunya, buruh kasar, mencari penghasilan dari suruhan mencuci baju para tetangga. Tuti bercerita, Surnah tidak tega melihat ibunya banting tulang sendirian. Dia terpanggil bekerja membantu ibunya.
Kenyataan bahwa banyak anak di bawah umur dipekerjakan di pabrik kembang api itu membuat banyak pihak terhenyak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah melihat lokasi pabrik yang terbakar di Kosambi, Tangerang. “Itu gudang yang sangat berbahaya, bau bahan kimianya luar biasa,” ujar Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI bidang Trafficking dan Eksploitasi.
Ai menjelaskan, berdasarkan aturan International Labour Organization (ILO), anak-anak tidak boleh bekerja di dalam perusahaan yang melibatkan atau mengurusi bahan-bahan kimia. Dia menyebut, peristiwa di pabrik kembang api Kosambi ini menambah daftar persoalan pekerja anak. Sejak Januari hingga April tahun ini ada 76 kasus anak yang menjadi korban eksploitasi pekerja anak. Kemungkinan trennya menanjak.
Ai atas nama KPAI meminta pemerintah turun tangan, serius mencari jalan keluar atas persoalan pekerja anak. ”Kami tahu, program pemerintah sebetulnya sudah spesifik mengenai Indonesia bebas pekerja anak, tapi ternyata pengawasannya lemah.”
Lakukan Beberapa Pelanggaran
Sementara kepolisian menyebutkan kebakaran pabrik kembang api di Kosambi terjadi karena adanya pelanggaran prosedur. Kebakaran ini juga menyingkap pelanggaran lain yang dilakukan perusahaan.
Gelar perkara menunjukkan pada hari kejadian, Andri Hartanto penanggung jawab pabrik meminta Subarna Ega, tukang las, melakukan pengelasan di atas gudang sebelah kanan. Ketika Ega mengelas, percikan api dari lasnya mengenai bahan-bahan kembang api di bawahnya hingga memicu ledakan. Terdapat 4 ribu kg bahan kembang api di gudang itu.
Direktur Reskrimun Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta menjelaskan, seharusnya pengelasan tidak dilakukan bersamaan dengan waktu produksi kembang api. Karena itulah dia menyimpulkan, PT Panca Buana Cahaya Sukses menyalahi prosedur operasional.
Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Indra Liono pemilik perusahaan, Andri Hartanto direktur operasional, dan tukang las Ega Subarna. Indra dan Andri sudah ditahan di Polda Metro Jaya. Sedangkan Subarna Ega masih dirawat di rumah sakit karena menderita luka bakar.
Data menyebutkan masih ada 9 orang yang belum ditemukan. Ledakan hebat membuat tubuh manusia hancur hingga sulit dikenali. Polisi masih terus bekerja mengolah TKP untuk mengidentifikasi korban yang belum ditemukan.
Indra dan Andri dijerat sederet pasal, di antaranya pasal 359 KUHP, 188 KUHP, dan pasal 74 UU Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2013 karena terbukti mempekerjakan anak di bawah umur. Sedangkan Subarna Ega dijerat pasal 359 KUHP dan pasal 188 KUHP atas kelalaiannya yang menyebabkan kebakaran dan hilangnya nyawa seseorang.
Diduga banyak pelanggaran telah dilakukan pemilik pabrik itu. Selain mempekerjakan anak di bawah umur, pabrik tidak memiliki standar keselamatan pekerja padahal pabrik kembang api tentu rawan kebakaran, tidak ada jalur evakuasi untuk mengantisipasi kecelakaan atau kebakaran, pabrik memproduksi barang yang sangat berbahaya di tengah pemukiman penduduk dan sarana sekolah, tidak memiliki jaminan asuransi bagi para pekerja. Dari 103 pekerja, hanya 27 orang yang memegang BPJS Ketenagakerjaan.
Teks: Siti Afifiyah I Foto: Siti Afifiyah, Dok. Pribadi
Fokus Berita Lainnya

Selamat setelah Mencebur Kolam Limbah dan Panjat Tembok
02 November 2017
Artikel Terkait

Konten Porno di WA, KPAI Minta Kominfo Memblokir
06 November 2017

Selamat setelah Mencebur Kolam Limbah dan Panjat Tembok
02 November 2017

Di Balik Keberangkatan Anak Tunawisma ke Forum WHO di Kanada
20 October 2017

Henny Silalahi: Kalau Saja Debora Segera Ditolong…
24 September 2017

KPAI: Bully di Sekolah Terus Meningkat
30 October 2016

Psikolog Poppy Amalya: Mungkin Ada Komunikasi yang Terlepas
12 October 2016
Comments